Sabtu, 09 Juni 2018

PONPES BABUSSALAM ‘BENTENG’ UMMAT ISLAM DI BANDUNG UTARA

Kota Bandung nampak indah dipandang dari perbukitan Ciburial, dimana Ponpes Babussalam berada.

Memasuki Bandung dari pintu tol Pasteur, naik jalan layang Pasupati, kemudian belok kiri menyusuri Jl. Ir. H. Juanda, akan membawa kita sampai Pondok Pesantren (Ponpes) Al Quran Babussalam di Ciburial Dago Atas. Bagi yang baru pertama kali berkunjung pastilah akan menjadi sebuah pengalaman berharga dan tidak terlupakan. Kota Bandung dengan ketinggian 791 meter dpl saja sudah meniupkan udara dingin, apalagi kawasan Babussalam yang berketinggian 1.100 meter dpl tentu membuat menggigil.
Namun tak perlu khawatir, ditengah suasana sejuk dingin itu justru terasa nikmat untuk menyerap kedalaman dan luasnya ilmu-ilmu yang disampaikan oleh Pengasuh Pesantren KH. Drs. Muchtar Adam dan para ustadz Babussalam. Apalagi sambil menyantap hidangan tahu hangat produksi masyarakat sekitar Babussalam. “Nikmat Allah yang mana lagi yang engkau dustakan”, meminjam istilah yang Allah ulang-ulang dalam QS. Ar Rahman.
Jika dihitung dari pintu tol Pasteur, perjalanan menuju Babussalam berjarak sekitar 11-12 km. Selepas dari batas kota Bandung jalan menanjak dan berkelok-kelok khas pegunungan sejauh 4 km. Kita akan disuguhi pemandangan menarik. Memandang ke belakang terlihat bangunan rumah-rumah di kota Bandung yang nampak mengecil. Udara dingin mulai merasuk, retsleting jacket harus dieratkan dan kedua belah tangan dimasukkan kedalam saku jacket.

Namun pandangan terpuaskan oleh panorama kota Bandung yang sangat indah, apalagi diwaktu malam penuh dengan kerlap-kerlip lampu. Di kanan kiri jalan terlihat villa-villa mewah dengan halaman luas. Terdapat banyak café bagi yang ingin bersantai atau mengajak relasi untuk ‘meeting’.
Pendiri dan pengasuh Babussalam, KH. Drs. Muchtar Adam beserta istri, Hj. Siti Sukaesih (almh.). Beliau sekeluarga rela hijrah ke Ciburial untuk membangun Babussalam.

Ponpes Babussalam didirikan oleh KH. Drs. Muchtar Adam pada 12 Rabiul Awwal 1401 H, bertepatan dengan 8 Januari 1981 M. Jauh sebelum itu, sejak tahun 1963 beliau sudah menjadi seorang da’i di kota Bandung, yaitu di sekitar tempat tinggalnya di kampung Cisitu. Tahun 1970 area dakwahnya merambah kawasan Bandung utara, desa Ciburial yang secara administratif masuk kabupaten Bandung.
Saat itu Ciburial adalah sebuah desa yang terisolir, satu-satunya akses jalan masih belum diaspal. Listrik belum ada sehingga kalau malam dikenal sebagai ‘tempat jin buang anaknya’. Pantaslah jika tingkat pendidikan masyarakat masih rendah, hanya ada SD Inpres, belum ada seorang warganya yang menjadi sarjana. Lulusan SD yang hendak melanjutkan ke SMP harus berjalan kaki sejauh 6 km ke SMP terdekat yang berada di kota Bandung.

Salah satu foto Ciburial zaman 'old'.

Ciburial “Bukit Uhud” yang Harus Dipertahankan
Dakwah di Ciburial bukanlah suatu kebetulan, namun dilandasi pandangan yang jauh ke depan. Kota Bandung nantinya akan berkembang ke segala arah, sedangkan Ciburial adalah tetangga terdekat disisi utara. Saat itu juga ada pembangunan Taman Hutan Raya Juanda menjadi daerah tujuan wisata. Ada lagi propaganda agama lain dan masih cukup banyak masyarakat penganut agama lokal (agama Sunda). Dengan kondisi seperti itu timbullah pemikiran untuk menyiapkan warga masyarakat Ciburial menghadapi berbagai perubahan.
Pak Muchtar, begitu masyarakat menyebut beliau saat itu, bersama KH. EZ. Muttaqin (Ketua MUI Jawa Barat, Rektor Unisba) bertekad mempertahankan ‘bukit Uhud’ Ciburial. Ya… Ciburial itu layaknya bukit Uhud dalam sejarah Rasulullah Saw. Bukankah, siapa yang menguasai bukit Uhud akan dapat memenangkan peperangan? Sebaliknya, jika bukit Uhud diuasai musuh maka kalahlah ummat Islam.
Dalam perencanaan pak Muchtar akan mendirikan pesantren, sedangkan KH. EZ. Muttaqin mendirikan Unisba Kampus Ciburial. Rupanya Allah berkehendak lain, KH. EZ. Muttaqin meninggal dunia tahun 1981 dalam sebuah kecelakaan mobil. Sedangkan rektor yang menggantikannya tidak melanjutkan pengembangan kampus Ciburial. Jadilah pak Muchtar kehilangan kawan seiring dalam berdakwah di Ciburial.

Mulai dengan Membikin Batako Sendiri
Setelah berdakwah sekian tahun di Ciburial akhirnya masyarakat tergerak untuk memberikan wakaf tanah seluas 500 meter persegi kepada pak Muchtar untuk mendirikan Babussalam pada tahun 1981. Bukan perkara mudah untuk memulai membangun pesantren mengingat ketiadaan biaya dan kondisi ekonomi keluarga beliau pun belum menggembirakan. Dengan tekad kuat beliau memboyong keluarga, istri tercinta Hj. Siti Sukaesih (almarhum) beserta 7 anak-anak yang masih kecil dari kampung Cisitu ke Ciburial.
Pak Muchtar sekeluarga bersama membesarkan Babussalam. Ibu kyai, masyarakat mulai memanggil pak Muchtar dengan sebutan kyai, bertugas memasak dan menyiapkan hidangan untuk santri dan para tamu yang silih berganti berdatangan. Anak-anak beliau meskipun relatif masih muda diterjunkan untuk membantu mengajar karena memiliki tingkat pendidikan lebih baik.
Masyarakat juga tidak berhenti hanya pada mewakafkan tanah. Mereka secara bergiliran bekerja bakti mendirikan bangunan pesantren, bahkan dimulai dari membuat batako sendiri. Luar biasa, karena ketiadaan uang untuk membeli batako secara utuh. Beruntung saat itu ada donatur yang meminjamkan alat pembuat batako.

Pendidikan Formal di Babussalam
Pendirian lembaga pendidikan formal di Babussalam dimulai dari Madrasah Tsanawiyah (MTs, setingkat SMP) pada tahun 1983 untuk kelanjutan lulusan SD yang sudah ada. Jangan heran, keberadaan MTs ini otomatis mengurangi tingkat pernikahan dini karena lulusan SD yang tidak melanjutkan sekolah sangat mungkin segera dinikahkan oleh orang tuanya.
ebodohan dan kemiskinan ibarat lingkaran setan. Babussalam memutusnya dengan mendirikan lembaga pendidikan formal dan nonformal.
Selanjutnya pada tahun 1986 didirikan Sekolah Dasar (SD). Dengan memiliki SD sendiri niscaya penanaman nilai-nilai keislaman dapat dilakukan lebih dini, misalkan kewajiban mengenakan jilbab bagi santri putri dan mengenakan celana panjang bagi santri putra. Pada tahun 1989 barulah didirikan Madrasah Aliyah (MA, setingkat SMA) untuk menampung lulusan MTs.
Ada cerita lucu di kalangan lulusan MA angkatan awal. Karena keterbatasan tenaga pengajar, semua pelajaran agama diajar langsung oleh Kyai, disela-sela kesibukan beliau mengasuh majelis taklim di kota Bandung dan menggalang dana dari para donator. Ternyata saat alumni ini kuliah di IAIN Sunan Gunungjati (sekarang UIN) para dosen keheranan. Ilmu agama para alumni Babussalam ini sudah cukup tinggi, jauh melampaui mahasiswa lain, dan para dosen seperti mengajar mahasiswa S2.
Pada tahun 1998 didirikan Taman Kanak-Kanak (TK) dengan tujuan awal meringankan guru SD. Bayangkan guru SD yang menghadapi murid-murid yang polos karena sama sekali belum pernah mengenyam lembaga pendidikan. Anak-anak itu sering menangis, bahkan pipis di kelas. Dengan adanya TK ini maka guru-guru SD menjadi sangat terbantu.
Pada tahun 1999 terjadi perubahan status lembaga pendidikan di Babussalam, dari dibawah naungan Departemen Agama menjadi Departemen Pendidikan Nasional. MTs berubah menjadi SMP dan MA menjadi SMA.

Kegiatan Rutin Santri
Saat ini ada 400 anak-anak warga masyarakat yang bersekolah, disebut santri PP (pulang pergi) di Babussalam setiap hari pukul 07.00-15.00 WIB. Sore dan malam harinya mereka mengaji di masjid kampung masing-masing yang juga dibina oleh Korps Muballigh Islam Babussalam (KMIB). Babussalam belum bisa mewajibkan mereka tinggal di asrama karena tenaganya dibutuhkan oleh orang tuanya untuk mengasuh adik-adiknya, memasak dan juga mengurus ternak. Hampir semua masyarakat memiliki ternak, balong (kolam ikan) dan kebun, disamping berdagang ke pasar saat panen.
Terdapat 100 orang santri yang tinggal di asrama, datang dari berbagai kota di Jawa Barat (50%) dan kota-kota lain di seluruh penjuru Nusantara. Santri-santri ini tentu memiliki kedalaman ilmu yang lebih dibanding santri PP (pulang pergi) karena mereka mendapatkan pelajaran saat bakda subuh, bakda maghrib (tadarrus Al Quran), dan bakda isya’ (Bahasa Arab/Inggris). Setiap sore diadakan juga kegiatan ekstrakurikuler sehingga praktis selama 24 jam santri mendapat tambahan ilmu dan ketrampilan.
Meskipun berbiaya murah, Babussalam mampu menyediakan fasilitas pendidikan dan tenaga pengajar yang hebat.

Kurikulum yang diterapkan di Babussalam adalah 100% kurikulum Dikbud, ditambah kurikulum kepesantrenan. Bagi santri PP, dengan bersekolah dari pukul 07.00-15.00 WIB sebenarnya mereka sudah mendapatkan pelajaran melebihi sekolah pada umumnya. Di sekolah umum jam belajar hanya sampai pukul 13.00. Kelebihan jam tersebut diisi dengan pelajaran agama dan Al Quran.
Kegiatan ekstrakurikuler yang dikembangkan di Babussalam diantaranya nasyid, angklung, drumband, qiroah, melukis, kaligrafi, futsal, renang, wushu, silat, outbond, kepanduan Hizbul Wathan, muballigh hijrah, thibbun nabawi (pengobatan Islam), Arabic Club, English Club, pidato, jurnalistik, broadcasting, sinematografi, desain grafis, kewirausahaan, home industry, digital marketing dll.
Alumni Babussalam berkesempatan memasuki jenjang perguruan tinggi, seperti: perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS), umum dan keagamaan, di dalam dan luar negeri. Sudah ada alumni yang melanjutkan ke Madinah, Mesir, Yordania, India dan Sudan. Babussalam juga memberikan bea siswa bagi santri-santri yang berprestasi tinggi, bahkan hingga S2 dan S3.
Dinding kelas bukan saja di-cat, bahkan dilukis dengan indah.


 Pengajaran Al Quran
Babussalam menyandang nama Pondok Pesantren Al Quran dengan maksud mengajarkan segala permasalahan pada sumber pokoknya, yaitu Al Quran. Tidak berhenti pada kitab fiqh saja, atau hadits saja, yang mana banyak menimbulkan perbedaan. Misalkan saat mengajarkan wudlu, diambillah sumber utamanya, yaitu QS. Al Maidah (5): 6,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا قُمۡتُمۡ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغۡسِلُواْ وُجُوهَكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ إِلَى ٱلۡمَرَافِقِ وَٱمۡسَحُواْ بِرُءُوسِكُمۡ وَأَرۡجُلَكُمۡ إِلَى ٱلۡكَعۡبَيۡنِۚ وَإِن كُنتُمۡ جُنُبٗا فَٱطَّهَّرُواْۚ وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰٓ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَآءَ أَحَدٞ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَآئِطِ أَوۡ لَٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُواْ مَآءٗ فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدٗا طَيِّبٗا فَٱمۡسَحُواْ بِوُجُوهِكُمۡ وَأَيۡدِيكُم مِّنۡهُۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجۡعَلَ عَلَيۡكُم مِّنۡ حَرَجٖ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمۡ وَلِيُتِمَّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ ٦
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”.

Dari sebuah ayat diatas niscaya akan banyak pendapat, missal: tentang apa yang dimaksud dengan membasuh, apa yang dimaksud dengan muka, sampai dimana membasuh tangan, kaki, dsb. Hal-hal seperti ini ada yang kemudian disebutkan di hadits, dan fiqh yang pada dasarnya adalah pendapat ulama. Namun dengan mengetahui pokok permasalahan dan metoda pembahasannya, niscaya akan didapat keluasan ilmu dan sikap tasamuh (toleransi).
Babussalam menerapkan pengajaran Al Quran dengan metoda 7T, yaitu: tahsin (bacaan), tarjim (terjemah), tahthit (tulisan), tafsir, tahfidh (hafalan), tathbiq (pengamalan), dan tabligh (mendakwahkan). Ketujuh aspek tersebut sesungguhnya saling berkaitan dan saling mendukung sehingga tidak menyulitkan santri untuk mempelajarinya. Misalnya, dengan adanya ketrampilan menuliskan ayat maka santri akan mudah juga menghafalnya. Pengajaran Al Quran juga tidak berhenti pada aspek keilmuan, namun sampai pada pengamalan (aplikasi).
 
Sebagian tenaga pengajar Babussalam.
Berkembang Bersama Masyarakat
Babussalam adalah pesantren yang tumbuh dan berkembang bersama masyarakat, khususnya desa Ciburial dan Mekarsaluyu (hasil pemekaran). Babussalam tidak hanya menyediakan lembaga pendidikan bagi masyarakat, namun juga mengembangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya. Dalam bidang sosial Babussalam memberikan bea siswa untuk santri tidak mampu dengan adanya Panti Asuhan Darul Aitam Babussalam. Sekitar 50% santri mendapatkan keringanan biaya SPP dan mondok di Babussalam.
Babussalam juga mengadakan santunan dhuafa, jompo, pengobatan gratis, pembagian daging qurban, zakat fitrah/mal, pendirian rumah untuk dhuafa. Babussalam membantu pembangunan masjid di setiap kampung, mengirimkan muballigh, pembangunan MCK, pembagian mukena dan kain sarung, dan pengurusan jenazah.
Dalam bidang ekonomi Babussalam ikut menggerakkan roda ekonomi masyarakat. Babussalam memasarkan produk-produk pertanian/peternakan, home industry, budidaya lebah madu, kepada jamaah yang ada di kota Bandung dan kota-kota lainnya. Dengan maraknya perdagangan online, produk-produk masyarakat mudah dikenal dan dipasarkan. Ciburial juga masuk dalam “10 Desa Wisata Kabupaten Bandung” sehingga banyak menerima kunjungan tamu untuk studi banding dan mengenal potensi desa.
Dengan memasukkan anaknya bersekolah di Babussalam, masyarakat dapat menghemat uang transport dan jajan anaknya. Jika setiap orang tua harus memberi bekal anaknya Rp. 25.000,- untuk sekolah di kota, berarti dengan 400 anak yang bersekolah di Babussalam, didapat penghematan sebesar Rp. 10 juta setiap harinya. Uang sebesar itu bisa diarahkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang lain.
 
Bekerjasama dengan BMT Beringharjo mengelola pembukuan keuangan. Santri dan masyarakat diajak menabung.
Menghadapi Era Digital
Hadirnya era digital disambut Babussalam dengan slogan “Babussalam Keren”. Ketua Yayasan Ir. H. Endang Admadirja, M.Sc. menegaskan bahwa, “Kita tidak bisa lagi menghindar dari perubahan zaman yang amat cepat ini”. Struktur organisasi disusun dengan cermat agar semua bidang dapat bergerak dengan lincah dan efisien. Babussalam tidak hanya menangani masalah pendidikan, sehingga memiliki berbagai kultur, ada bidang yang menghasilkan uang, ada juga bidang yang bertugas ‘menghabiskan’ uang.
Santri-santri diberi bekal ilmu dan ketrampilan yang kelak dapat diterapkan di lingkungannya, tidak ketinggalan informasi dan gagap teknologi. Perlu banyak ketrampilan (multi skill) yang harus dikuasai karena boleh jadi satu ketrampilan akan usang dan tidak diperlukan lagi. Misal, ketrampilan menjahit sudah tidak bisa dijadikan mata pencaharian dengan adanya industri garmen.
Kerjasama dengan berbagai fihak dijalin mengingat kebutuhan dana yang cukup besar dan banyak juga yang Babussalam bisa berikan, seperti: alumni yang berkualitas, produk-produk masyarakat yang layak untuk dipasarkan, taklim dari Kyai dan ustadz Babussalam. Secara lembaga Babussalam juga layak di-support oleh berbagai fihak, seperti melalui dana CSR, karena perannya sebagai lembaga pengembangan masyarakat (development community).
Ketua Yayasan, Ir. H. Endang Atmadirja, M.Sc. sedang menerima wawancara TVRI Bandung.

Ayo ke Babussalam
Pengasuh Ponpes Babussalam KH. Drs. Muchtar Adam menyerukan agar para orang tua menitipkan anak untuk ‘mondok’ di Babussalam. Kehidupan pondok mengajarkan anak pada nilai-nilai kedisiplinan, kesederhanaan dan kepemimpinan. Santri-santri datang dari berbagai pelosok Nusantara: Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Ada kebanggaan karena mereka akan pulang dengan keluasan wawasan dan ketrampilan menjadi penggerak masyarakat. Babussalam memberikan kepada santri: intelektual, spiritual, dan akhlaqul karimah.
Insya Allah Babussalam akan tetap ada dan berkembang dengan pesat karena merupakan benteng ummat Islam di Bandung utara. Babussalam maju bersama dan didukung masyarakat Ciburial dan Mekarsaluyu. Babussalam juga menjadi kebanggaan seluruh ummat Islam. Informasi lebih lengkap dapat pembaca dapatkan pada website ponpesbabussalam.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar