Jumat, 21 Juli 2023

Mengenang Bapak Moehadi Sofyan

 


Meski pernah menjadi wartawan Harian Masa Kini sesungguhnya saya tidak mengenal beliau yang menjadi Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksinya. Hal ini karena saya hanya sebentar berkiprah di koran yang beliau pimpin, sedangkan level saya dan beliau ibarat bumi dan langit.

 

Nama Drs. Moehadi Sofyan sangatlah terkenal pada masanya. Bukan saja sebagai boss Harian Masa Kini, namun juga sebagai wartawan, bahkan Ketua PWI, mendirikan banyak sekolah Muhammadiyah, memiliki banyak yayasan pendidikan dan seabreg aktivitas lainnya. Lucunya, belakangan barulah saya ketahui kalau teman duduk sebangku saya saat SMP Negeri II Yogyakarta, Harris Syarief Usman, adalah putera beliau.

 

 

Puluhan tahun sejak lulus SMP tahun 1979, setelah 44 tahun, barulah beberapa hari lalu saya bertemu dengan Bapak Harris. Di grup WA alumni kami sudah sering bertegur sapa dan beberapa hari yang lalu saat saya ke Jogja saya niatkan untuk menemuinya karena ada yang ingin saya konsultasikan sesuai keahlian beliau yaitu pembentukan yayasan.

 

Saat saya kontak Pak Harris mengatakan sedang sibuk menunggui ayahnya yang dirawat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Jadi lain waktu saja ketemuannya. Sedangkan dalam hati saya berkata: justru inilah kesempatan saya bertemu dengan “mantan boss” yaitu Bapak Moehadi Sofyan.

 



Maka jiwa wartawan saya muncul. Tanpa mengontak Pak Harris lagi, saya meluncur ke rumah sakit. Tanya resepsionis dimana ruang perawatan Pak Moehadi. Ditanya apa saya saudaranya, saya katakan saya saudaranya, datang dari Bandung hendak menengok beliau.

 

Akhirnya saya pun sampai ke ruang perawatan Pak Moehadi. Pak Harris kaget kok saya bisa sampai ke tempat ruang perawatan ayahnya. Tahu dari mana, tanyanya. “Saya kan wartawan beliau”, kata saya sambil menunjuk ayahnya. Setelah berbasa-basi barulah semuanya menjadi jelas.

 

Tidak saya duga, Pak Moehadi yang sedang terbaring dalam perawatan semangat berceritanya muncul menggelora. Beliau bercerita panjang lebar tentang kiprahnya sebagai wartawan, mendirikan sekolah dan yayasan, mengurus PWI, bertemu dengan para tokoh dll. Saya beberapa kali memotong pembicaraan, mengingatkannya agar beristirahat. Namun rupanya omongan saya tidak beliau gubris.

 


 

Beliau bertanya siapa saja kawan-kawan wartawan saya pada saat itu dan kemudian beliau kupas satu persatu. “Jangan potong omongan saya dan biarkan saya bercerita siapa saja mereka itu. Ingatan saya masih bagus”, katanya.

 

Salah satu prestasi beliau adalah mendirikan SMEA Muhammadiyah 1 di Ndalem Ngadinegaran Jl Mayjen Sutoyo. Beliau menepuk tangan saya dan melanjutkan ceritanya, “Saya di Ngadinegaran, kemudian ada juga SMEA Muhammadiyah 2 di Tukangan. Siapa ya pendiri dan kepala sekolahnya?” kata beliau dengan nada bertanya.

 


 

Saya pun mencoba mengingat-ingat dan tetap tidak ingat juga karena saat itu memang tidak ada kaitannya. Namun kemudian beliau berkata, “Nah saya ingat, disitu adalah Pak Haifani Hilal”. Luar biasa ingatan beliau.

 

Kemudian beliau keluarkan juga setumpuk berkas yang ada di pembaringan, terkadang dibantu oleh putranya, yaitu Pak Harris. Diberikannya satu persatu kepada saya sambil beliau beri pengantar: ini susunan Pengurus Harian Masa Kini, ini berita saat memimpin Kongres PWI di Palembang, ini foto dengan Sri Paku Alam, cerita saat menghadap Jendral Poniman untuk meminta bekal utusan kongres, dll. Ada juga foto kantor Yogya Post, nama baru Masa Kini setelah bergabung dengan grup Media Indonesia. Beliau juga bangga saat diminta mengisi pengajian di kalangan Nahdhatul Ulama oleh Bapak Syaiful Mujab (Tompeyan), sedangkan beliau adalah orang Muhammadiyah.

 


 

 

Istri saya yang seorang terapis herbalis sangat antusias melihat kondisi beliau. Dalam usia 90 tahun ingatannya masih bagus, detak jantungnya masih bagus. “Hanya ada gangguan di perut saja karena banyak berfikir”, kata istri saya saat perjalanan pulang.

 

Saya pun berniat untuk kembali menemui beliau di waktu-waktu berikutnya guna mendengar banyak kisah beliau. Bahkan saya berniat membuat biografi beliau.

 

Ternyata Allah menentukan takdirNya tidak seperti yang saya inginkan. Selasa 18 Juli 2023 subuh beliau dipanggil menghadap Allah Swt. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un. Rupanya pertemuan saya dengan beliau 5 hari sebelumnya, Kamis 13 Juli 2023 adalah pertemuan pertama dan terakhir. Sugeng tindak Pak Moehadi Sofyan, insya Allah husnul khatimah dan Allah Swt sudah menyiapkan tempat mulia di sisiNya.

 


 

 

Berikut adalah salah satu tulisan yang mengiringi kepulangan beliau menghadap Allah Swt.

 

Pejuang Pers dan Pendidikan Itu Telah Tiada

 

Selasa shubuh jam 04 40 setelah menunaikan shubuh dipembaringan, dalam usia 90 tahun, lahir tanggal 12 Agustus 1933 di rumah duka Keparakan Kidul MG 1 No 1272 Yogyakarta, tokoh pers dan dunia pendidikan itu telah tiada. Drs H Moehadi Sofyan, sosok yang setiap orang kenal pada masanya. Seorang wartawan dan juga guru yang sangat tangguh dan mumpuni, menjadi mahasiswa Fisipol UGM tahun 60-an sekaligus menjadi redaktur harian Mercu Suar, sebuah surat kabar lokal DIY yang diterbitkan oleh persyarikatan Muhammadiyah yang terbit tahun 1966.

 

Pada tanggal 12 April 1972 Mercu Suar berubah nama menjadi Harian Masa Kini dan beliau menjadi Pemimpin Umum dan Pemimpin Redaksi, kemudian tanggal 5 Oktober Masa Kini berubah nama menjadi Harian Jogja Post dan tetap menjabat sebagai Pemred.

 

Selama puluhan tahun jatuh bangun mengelola surat kabar dan tetap tangguh serta diperhitungkan beritanya oleh para pengambil kebijakan. Almarhum juga menjabat sebagai Wakil Ketua PWI DIY, Wakil Ketua SPS DIY pada masa tahun 80-an yang berkantor di selatan Gedung Agung sekarang.

 

Dengan membawa narasi keislaman harian Masa Kini mampu memberikan pencerahan pada masyarakat. Almarhum juga menginisiasi penerbitan majalah KUNTUM, Akademi Komunikasi Jogjakarta (Wakil Dekan), menguasai beberapa bahasa asing dan di dunia pendidikan mengajar di SMA Muhi, Muha serta menjabat sebagai Kepala Sekolah SMA M 3 dan SMK 1 M Nitikan.

 

Murid-muridnya sudah banyak yang sukses seperti Emha, Ebiet G Ade, Afnan Hadikusumo, Akhid Widi Rahmanto, Maqdir Ismail dll. Selain itu Drs Moehadi Sofyan juga menjabat sebagai ketua Museum Pendidikan Islam, manggala nasional BP7 serta seorang pejuang 45 dan Anggota Majelis Pustaka PP Muhammadiyah.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar