Selasa, 07 Januari 2014

JADILAH DOKTER DAN KEMBALILAH PADA MUHAMMADIYAH

Ciri seorang pemimpin adalah mempunyai visi, pandangan jauh ke depan, cita-cita, bahkan mimpi. Anies Baswedan mengatakan pemimpin adalah gabungan dari (Pemimpi + N). Pemimpi artinya orang yang mempunyai mimpi, sedangkan N adalah nyali. Tidak disebut pemimpin jika tidak mempunyai nyali, melainkan sekedar orang yang suka bermimpi.
KHA Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah lebih dari 100 tahun lalu telah menunjukkan kelasnya sebagai seorang pemimpin. Beliau memiliki mimpi, terbukti oleh keberadaan Muhammadiyah yang berhasil memasuki abad kedua. Beliau juga memiliki nyali, terbukti siap mewujudkan mimpi-mimpinya, menghadapi segala tantangan dan menembus segala rintangan.
Mimpi-mimpi KHA Dahlan dapat dilihat dari ucapan beliau, seperti, "Muhammadiyah pada masa sekarang ini berbeda dengan Muhammadiyah pada masa mendatang. Karena itu hendaklah warga muda-mudi Muhammadiyah hendaklah terus menjalani dan menempuh pendidikan serta menuntut ilmu pengetahuan (dan teknologi) di mana dan ke mana saja. Menjadilah dokter sesudah itu kembalilah kepada Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur, dan (profesional) lalu kembalilah kepada Muhammadiyah sesudah itu."
Marilah memahami ungkapan beliau KHA Dahlan beserta konteksnya saat itu:
1.    Beliau sangat faham, ummat Islam, termasuk Muhammadiyah haruslah ada yang menempuh pendidikan tinggi, menjadi master, dokter, insinyur dan professional lainnya.
2.    Beliau merelakan muda-mudi Muhammadiyah menempuh pendidikan tinggi dimana saja, demi menjadi seorang master, dokter, insinyur dan professional lainnya.
3.    Namun harus diingat, setelah menjadi master, dokter, insinyur dan professional lainnya; kembalilah pada Muhammadiyah. Besarkanlah Muhammadiyah dengan segala kepandaian yang didapat.

Sebuah ungkapan yang lugas dan dalam maknanya. Bagaimana implementasi ucapan beliau tersebut setelah puluhan tahun, bahkan lebih dari seratus tahun, beliau ucapkan? Yang jelas beliau bukanlah orang yang berprinsip: mangan ora mangan asal kumpul, makan tidak makan asal berkumpul. Beliau rela melepas muda-mudi Muhammadiyah menempuh pendidikan dimana pun demi tercapainya cita-cita menjadi master, dokter, insinyur dan professional lainnya.
Saat itu tentu saja belum banyak Perguruan Tinggi Islam atau Muhammadiyah sehingga boleh jadi muda-mudi Muhammadiyah tsb kuliah di universitas lain, termasuk milik missi agama lain. Resikonya bisa ditebak, untuk sementara muda-mudi Muhammadiyah itu harus melepas identitas dan segala atribut Muhammadiyah. KHA Dahlan sadar bahwa Muhammadiyah kedepan memerlukan orang dengan berbagai kepandaian dan untuk itu harus ditempuh dengan berbagai cara dan segala resikonya.
Bandingkan dengan orang-orang sekarang yang mengaku pemimpin. Ditengah segala fasilitas lengkap, yang difikirkan hanyalah melanggengkan kekuasaannya, balik modal dan membuat sejahtera krooni-kroninya. Memikirkan kemajuan bangsa? Mengambil segala resiko untuk mensejahterakan rakyatnya? Rasanya jauh panggang dari api.
Selanjutnya, dan ini yang terpenting, setelah sukses menjadi seorang master, dokter, insinyur dan professional lainnya, kembalilah pada Muhammadiyah. Urus Muhammadiyah, urus amal usaha Muhammadiyah, dirikan rumah sakit, dirikan perguruan tinggi, bangunlah gedung yang megah, dirikan lembaga keuangan dan permodalan, dirikan baitul mal, panti asuhan, sekolah dsb. Jangan lepas atau kenakan lagi jaket Muhammadiyah.
Silahkan jadi politikus dan duduk di parlemen, tapi suarakan aspirasi Muhammadiyah. Silahkan ‘njago’ bupati walikota gubernur dan minta dukungan warga Muhammadiyah. Namun setelah jadi jangan lupakan Muhammadiyah, perhatikan aspirasi Muhammadiyah. Inilah yang dimaksud kembali pada Muhammadiyah.
Jika pesan KHA Dahlan ini terwujud, sungguh luar biasa Muhammadiyah sekarang. Apalagi saat ini sudah banyak didirikan perguruan tinggi Muhammadiyah, tentu mencetak master, dokter, insinyur dan professional lainnya, bukanlah hal sulit. Kemajuan yang akan dicapai Muhammadiyah tidak lagi mengikuti deret hitung atau deret ukur, melainkan berupa deret eksponensial. Orang-orang yang masuk dan dididik di Muhammadiyah, saat keluar akan menjadi kader persyarikatan yang siap berjuang memajukan Muhammadiyah.
Jangan sampai terjadi yang sebaliknya. Orang-orang datang ke Muhammadiyah hanya untuk menikmati segala fasilitas dan mencari dukungan warga, namun setelah terwujud keinginannya kemudian lupa pada Muhammadiyah. Atau seseorang yang sudah dibesarkan Muhammadiyah namun ketika sudah jadi ‘orang’ bukannya kembali pada Muhammadiyah, melainkan ke gedung KPK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar