Generasi saya adalah generasi cepat tua. Tumbuh dan dewasa disaat
pembangunan sedang digencarkan, hingga ada gelar “Bapak Pembangunan” bagi
Presiden Soeharto. Mencurahkan perhatian pada satu bidang, khusyu’, hingga
tiba-tiba sekarang merasa harus pensiun. Saat ini banyak yang sedang berfikir
mengerjakan apa saat pensiun nanti.
Disisi lain terasa fisik mulai melemah, berbagai penyakit
menggerogoti tubuh, rambut semuanya memutih. Teman-teman seangkatan banyak yang
keluar masuk ruang praktek dokter untuk konsultasi kesehatan, bahkan ada
beberapa yang sudah mendahului menghaap Sang Pencipta. Inilah generasi yang
cepat tua dan (maaf) juga cepat mati.
Generasi Awet Tua
Generasi orang tua saya bisa disebut generasi awet tua. Saat ini di
usia 80-an meskipun fisiknya melemah namun semangat hidupnya tetap berkobar.
Saat saya pulang kampung beliau-beliau menyapa dengan ramah, menanyakan kondisi
keluarga, keadaan di kota, bahkan perkembangan dunia politik. Mungkin karena
dilahirkan di zaman revolusi merebut kemerdekaan hingga semangat hidup itu
terbawa hingga kini.
Generasi awet tua ini sudah mengakhiri pengabdiannya untuk negeri
sekitar 20-30 tahun lalu. Mereka lah tonggak berdirinya NKRI, meletakkan
dasar-dasar kehidupan di berbagai segi: ekonomi, pertanian, industri,
pendidikan, kebangsaan dsb. Mereka bangga pernah bekerja di Telkom, PLN, Jasa
Marga, Pelni dan berbagai BUMN lainnya.
Seperti gong, apabila ditabuh akan banyak penuturan yang beliau
sampaikan. Bagaimana beratnya membangun jaringan telekomunikasi di Sulawesi.
Menarik-narik kabel, meninggalkan anak istri berhari-hari meskipun tetap dalam
satu propinsi. Yang bekerja di Kementerian PU akan bercerita serunya membuka
hutan untuk membangun jalan. Yang berkarir di bidang ketentaraan akan berkisah berpindah-pindahnya
penugasan. Akibatnya, anak-anaknya pun harus mengikuti dan pindah-pindah
sekolah.
Secara tak sengaja saya pernah singgah shalat dhuhur di sebuah perumnas
di sisi barat Bandung. Saya heran karena jamaahnya penuh. Ternyata mayoritas
jamaah tersebut adalah para pensiunan, purnakaryawan, sehingga tak ada lagi kesibukan
berkantor. Saya bersyukur menemui kejadian ini, bertemu dengan beliau-beliau
yang awet tua.
Generasi Cepat Tua
Generasi saya yang saya sebut generasi cepat tua ini boleh
dikatakan generasi mapan. Saat kuliah dulu mengambil jurusan sesuai
cita-citanya dan akhirnya terbukti. Yang ingin menjadi hakim masuklah fakultas hukum.
Yang ingin bekerja di bank masuklah fakultas ekonomi. Yang ingin bekerja di
pabrik semen, masuklah fakultas teknik. Yang ingin jadi penyuluh pertanian
masuklah fakultas pertanian.
Setelah lulus dan bergelar sarjana, berbondong-bondonglah mereka
menyerbu kota meninggalkan orang tua dan kampung halamannya. Bekerja sesuai
dengan gelar kesarjanaannya.
Di kota-kota besar, di berbagai pabrik-pabrik industri, mereka
memiliki jabatan, anak buah, dan menjadi orang-orang yang mapan. Memiliki
keluarga harmonis, rumah dan kendaraan yang memadai, lingkungan yang asri.
Disisi lain tuntutan lingkungan juga semakin tinggi. Biaya hidup tinggi, biaya
sekolah dan kuliah anak-anak tinggi, biaya kesehatan tinggi.
Akibatnya segala potensi digali, bekerja lebih keras mencari
penghasilan tambahan. Disisi lain perhatian terhadap kesehatan diri berkurang,
kurang rekreasi karena tuntutan kerja dan biaya hidup keluarga tinggi. Inilah
yang membikin cepat tua.
Studi pada penyakit jantung saat ini menyebut potensi gangguan
penyakit jantung pada usia 40-50 tahun adalah 3x lebih besar dibanding tingkat
usia lainnya. Seorang sahabat FB yang seumur dengan saya menyebut sudah 15%
temannya yang mendahului menghadap Sang Pencipta. Jadi benarlah dugaan saya
bahwa generasi cepat tua ini juga cenderung menjadi generasi cepat mati
(maaf!).
Generasi Milenial
Melihat perubahan zaman saat ini yang begitu cepat, juga belajar
pada pengalaman generasi-generasi diatas, saya melihat betapa sulitnya jalan
yang harus ditempuh oleh generasi muda sekarang, atau yang biasa disebut
generasi milenial. Ambil contoh dalam bidang pendidikan: adakah jaminan
seseorang yang belajar di fakultas kedokteran kelak menjadi dokter dan bekerja
di sektor kesehatan?
Boleh jadi disaat lulus menjadi dokter nanti ia tidak bisa langsung
praktek karena standar penanganan pasien sudah sangat tinggi. Apalagi yang
belajar dalam bidang teknologi komputer dan informasi, boleh jadi ilmu yang
pernah dipelajari langsung menjadi usang saat memasuki dunia kerja.
Hari ini apa yang disebut ‘disruption’ sudah benar-benar terjadi.
Taksi-taksi dan ojeg konvensional dikalahkan oleh taksi dan ojeg online.
Karyawan perbankan, karyawan operator jalan tol, banyak yang dirumahkan karena
munculnya teknologi finasial atau fintech.
Menjadi pegawai negeri atau yang sekarang disebut ASN (Aparatur
Sipil Negara) nampaknya bukan pilihan menarik karena diluar itu keadaan lebih
dinamis. Bisnis online yang saat ini berkembang pesat bisa digeluti oleh siapa
saja, cukup dengan modal tidak gaptek (gagap teknologi). Berpindah tempat kerja
menjadi barang lumrah mengingat sistem di berbagai perusahaan telah terbangun
dengan baik berkat adanya dukungan komputer.
Pesan Anies Baswedan
Insya Allah generasi milenial ini akan menjadi
generasi bahagia sepanjang hayat. Mereka bisa belajar dari generasi orang tua
dan kakeknya. Mereka hidup di zaman serba ada, segala sesuatu bisa dikendalikan
dari genggaman tangannya melalui gadget. Pesan makanan cukup pijat HP, pesan
taksi dari HP, belanja segala sesuatu cukup cara online. Akibatnya adalah jadi
malas gerak (mager) sehingga diperlukan olahraga yang cukup, menjaga pola makan
dan pola hidup.
Bapak Anies Baswedan, gubernur DKI Jakarta yang
juga pernah menjabat Mendikbud mengatakan, generasi muda sekarang perlu
dibekali dengan 3 hal: akhlaqul karimah, kompetensi, dan literasi. Setelah itu
bebaskan ia menempuh jalannya sendiri.
Akhlaq menjadi dasar, pondasi, pijakan, yang
menjadi landasan segala sepak terjangnya. Memancar dalam setiap tindak
tanduknya. Seseorang yang berakhlaq mulia akan dapat diterima dimana saja dan
oleh siapa saja. Dalam akhlaq mulia tersebut terkandung sifat-sifat: kejujuran,
siap bekerja, sikap empati dll.
Kompetensi berarti ahli dalam bidangnya. Faham
benar dengan apa yang dia kerjakan. Berprestasi di tempat kerjanya. Jika
bekerja di sebuah bengkel motor atau mobil, ia bisa diandalkan untuk menangani
berbagai kerusakan motor atau mobil: mesin, kelistrikan, perkabelan, daya
dorong mesin, dsb.
Kemampuan literasi akan memandunya menapaki
perubahan yang sangat cepat terjadi. Ia akan dengan mudah mampu menyesuaikan dirinya
dengan segala perubahan itu. Kemajuan teknologi harus dimanfaatkan semaksimal
mungkin. Kunci dari menghadapi berbagai perubahan tersebut adalah membiasakan
membaca dan melakukan kajian-kajian.
Wallahu a'lam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar