Selasa, 26 Maret 2013

Zaura Tidak Mau Dipempers Lagi



Zaura satu-satunya anak yang mengalami zaman pempers, popok bayi yang dapat menyerap air seni. Kakak-kakaknya tidak ada yang mengalami memakai pempers karena saat itu belum jadi mode dan masih mahal harganya. Karena tidak menggunakan pempers, jadilah tali jemuran penuh oleh popok dan celana anak. Lebih seru lagi saat musim hujan, celana dan popok yang setengah kering pun diseterika agar segera bisa dipakai.
Di zaman Zaura ini saya mulai mengenal pempers. Memang praktis karena hanya 3-4 kali sehari mengganti. Harganya juga bervariasi, sekitar 2-3 ribu per biji. Jika saya beli yang isi 20 bisa dipastikan akan habis 5-6 hari. Saat kehabisan stok dan belum siap penggantinya, seringkali saya suruh kakaknya beli eceran di warung tetangga.

Senin, 25 Maret 2013

MENANAMKAN AKHLAQUL KARIMAH DARI TINGKAT RUMAH TANGGA



Pernahkah kita menunggui dan mengamati anak-anak kita saat mereka makan kue? Tunggui hingga selesai dan perhatikan dimana mereka membuang bungkusnya. Pernahkah kita, bagi yang berprofesi sebagai guru, memperhatikan murid-murid minum teh botol atau permen saat mereka istirahat? Mereka minum sambil berjalan? Setelah minum, mereka kemanakan botol kosongnya? Ditinggal begitu saja di tepi jalan? Mereka mengupas permen sambil berjalan dan dibuang begitu saja bungkusnya? Atau mereka menoleh kiri kanan mencari tempat sampah, menghampirinya dan kemudian membuang bungkus permen ke tempat sampah?
Dari masalah sepele inilah timbulnya masalah besar, seperti sampah, kerusakan lingkungan, bahkan korupsi. Menumpuknya sampah berasal dari ke-tidak peduli-an masyarakat pada sampah. Sampah berceceran dimana-mana sehingga harus ada petugas sampah yang memungutnya. Sampah dibawa ke tempat pembuangan sampah, diangkut dengan truk sampah dan dibuang ke tempat pembuangan akhir yang jaraknya puluhan kilometer dari sampah berasal. Polusinya merugikan orang sepanjang jalan, menimbulkan kemacetan lalu lintas saat dinaikkan ke truk sampah dan membutuhkan biaya mahal untuk memusnahkannya.
Jika budaya bersih telah tertanam dalam setiap pribadi, tak akan dijumpai sampah dan kelanjutan masalahnya. Barang-barang yang akan dibuang sudah dipilah di tingkat rumah tangga: sampah organik dibuat kompos atau jadi makanan bebek. Sampah non organik dipilah antara lain menjadi: kertas, plastik, kaleng, kaca, kayu dst. Jika sudah menumpuk, panggillah pengumpul atau pemulung. Di beberapa tempat bahkan telah diadakan bank sampah. Barang-barang yang sama sekali tidak bisa lagi dimanfaatkan, itulah yang harus dimusnahkan. Cara pengelolaan sampah seperti ini akan membuka lapangan kerja di setiap RT/RW dan sampah tidak lagi menjadi masalah tingkat kabupaten/kota, apalagi hingga propinsi.

Selasa, 12 Maret 2013

BELAJAR TAWASSUL DARI (SAKITNYA) BILQIS



Bilqis suka mengasuh si bungsu Zaura

Umi melahirkan Bilqis 24 Desember 2001 dalam keadaan susah payah. Selama hamil sering sesak nafas dan harus minum obat. Kalau tidak salah malahan pernah terjatuh ketika hamil. Umi mengalami pendarahan dan Abi harus ke PMI mencari darah guna transfusi dan habis satu labu. Alhamdulillah, bayi Bilqis lahir dengan selamat.

Zaki senang mendapatkan adik baru, padahal Abi kira dia-lah si bungsu karena namanya berawalan huruf “Z”. Sebulan dua bulan Abi dan Umi merawat Bilqis tanpa kesulitan, bahkan Bilqis sempat di aqiqah. Barulah pertengahan Pebruari 2002 saat Bilqis batuk-batuk terus, Abi dan Umi kaget luar biasa saat Bilqis diduga mengalami cacat jantung bocor sejak lahir. Dokter Adi yang memeriksa Bilqis mengatakan batuk Bilqis ada hubungannya dengan kelainan jantung. Beliau menyarankan Bilqis diperiksa di RS. Hasan Sadikin.