Banyak sekali
tanda-tanda kekuasaan Allah, satu diantaranya adalah mata uang dinar dan
dirham. Disebut tanda kekuasaan Allah karena akal manusia sulit untuk
menggapainya. Akhirnya manusia harus menerimanya sebagai tanda kekuasaan Allah
dengan landasan iman.
Sebagai mata
uang, dinar dan dirham sangat stabil dan tidak mengenal inflasi. Dalam QS. Al
Kahfi [18]: 19, disebutkan 7 orang pemuda yang terperangkap di dalam gua selama
300 tahun. Ketika dibangunkan Allah, mereka menyuruh salah seorang diantaranya
untuk membeli makanan berbekal sekeping uang dirham. Terlihat bahwa uang 1
dirham cukup untuk membeli makanan 7 orang.
“Maka
suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka
hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut
dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”.
Karena 1
Dirham bisa dibelanjakan 7 bungkus nasi, berarti sebungkus nasi pada
zaman Ashabul Kahfi seharga 1/7 Dirham. Berapakah nilai 1 Dirham dalam mata uang
rupiah sekarang? 1 Dirham senilai Rp. 70.000,- dan 1/7 Dirham berarti
Rp. 10.000,- Harga sebungkus nasi saat ini juga sekitar Rp. 10.000,- Berarti
nilai Dirham tidak pernah berubah sejak zaman Ashabul Kahfi hingga kini.
Ada lagi
riwayat yang menyebutkan Rasulullah berbekam pada sahabat dan memberi upah 1
Dirham, alias Rp. 70.000,- dalam mata uang Rupiah. Sama dengan kondisi saat
ini. Juga Rasulullah pernah memberi uang 1 Dinar kepada sahabat untuk dibelikan
domba. Ternyata diperoleh 2 ekor domba, alias harga seekor domba ½ Dinar.
Berapakah 1 Dinar sekarang dalam mata uang Rupiah? Sekitar Rp. 2,3 juta.
Berarti harga seekor domba zaman Rasulullah adalah Rp. 1,15 juta dengan mata
uang Rupiah saat ini. Subhanallah.
Bandingkan
dengan mata uang Rupiah yang senantiasa bergejolak dan nilainya semakin
tergerus. Perhatikan harga makanan gorengan (gehu, bala-bala, pisgor) dalam
beberapa tahun terakhir. Semula Rp. 200,- sebiji, berubah menjadi Rp. 250,-
kemudian Rp. 1.000,- per tiga biji alias sekitar Rp. 350,- Selanjutnya Rp.
500,- sebiji dan sekarang ada yang sudah berharga Rp. 700,- sebiji.
Seiring
berubahnya harga makanan gorengan, apakah bentuknya berubah? Ketika harganya
berubah dari Rp. 250,- menjadi Rp. 500,- apakah besarnya menjadi 2 kali lipat?
Tidak! Jadi, apa yang terjadi? Yang terjadi adalah nilai uang Rupiah tergerus
menjadi separuhnya.
Tahun 1990 saat
pertama kali di Bandung, tarif angkutan kota dari Ciburial sampai Pasar Simpang
adalah Rp. 250,- Sekarang untuk jarak yang sama tarifnya Rp. 3.000,- atau 12
kalinya. Artinya, uang Rupiah tergerus nilainya menjadi hanya 1/12 kali dalam
kurun waktu 23 tahun.
Sangat
menyedihkan saat melihat gaji pegawai atau karyawan yang tidak pernah
bertambah, sedangkan nilai mata uang Rupiah senantiasa tergerus. Ketika
diumumkan oleh Pemerintah ada rencana kenaikan gaji, harga-harga barang di
pasaran langsung membumbung. Akhirnya ketika rencana itu direalisasikan, kenaikan
gaji tidak ada artinya lagi. Bahkan daya beli menurun yang berarti terjadi
proses pemiskinan. Ada kenaikan gaji tetapi terjadi penurunan daya beli.
Mengapa Dinar
dan Dirham tidak mengalami penyusutan nilai, bahkan dalam kurun waktu
berabad-abad? Siapakah yang membuat mata uang Dinar dan Dirham sangat stabil
dalam kurun waktu sangat lama tersebut? Tak lain dan tak bukan adalah Allah
Swt. Inilah salah satu tanda kekuasaan-Nya.
Dinar dan Dirham adalah Fitrah
Manusia
Penggunaan mata
uang Dinar dan Dirham sudah dimulai sejak sebelum diutusnya Rasulullah Muhammad
Saw. Kisah Ashabul Kahfi yang dimuat dalam Al Quran dimana di dalamnya
disebutkan penggunaan mata uang perak, jelas terjadi sebelum zaman Rasulullah.
Sejarah menyebutkan Dinar berasal dari Kerajaan Romawi dan Dirham berasal dari
Kerajaan Persia. Jelaslah bahwa penggunaan Dinar dan Dirham sebagai mata uang
adalah fitrah manusia, bukan saja tuntunan Islam, namun juga oleh seluruh ummat
manusia.
Mengapa
sekarang yang marak adalah mata uang kertas, baik Rupiah, Dollar, Real,
Ringgit, Yen, Yuan dsb? Bukan rahasia lagi seluruh mata uang kertas tersebut
nilainya tidak stabil dan bisa meruntuhkan ekonomi sebuah negara? Harus
diketahui bahwa krisis ekonomi yang selama ini terjadi, seperti Krismon 1998 di
Indonesia yang sampai menumbahkan kekuasaan Presiden Soeharto, adalah krisis
runtuhnya nilai mata uang Rupiah.
Ceritanya cukup
panjang namun dapat diringkas sbb: Pada awalnya tidak ada yang disebut uang
kertas karena seluruh transaksi menggunakan uang emas. Tahun 1862 Presiden
Lincoln karena memerlukan dana besar meminjam uang dari bank negara. Sayangnya
dia tidak bisa mengembalikan pinjaman sehingga mengeluarkan secarik “kertas
hutang” yang kelak bisa ditukar dengan uang emas.
Kertas hutang
ini bisa digunakan untuk transaksi. Saat pemiliknya memerlukan uang emas,
kertas hutang atau uang kertas ini bisa dibawa ke bank negara untuk ditukar. Setiap
lembar uang kertas yang dikeluarkan negara dijamin cadangan emas dengan nilai
yang sama. Jadi adanya uang kertas adalah merupakan bukti kepemilikan uang emas.
Uang kertas ini
secara bertahap diperkenalkan ke masyarakat dan dicetak terus-menerus untuk
membiayai pengeluaran negara. Awalnya, saat itu ada cadangan emas di bank
yang menjadi penjamin uang kertas itu. Namun kelak, lama kelamaan, emas
cadangan pun habis, sehingga pada akhirnya, uang kertas hanya uang kertas,
bukan lagi ‘bukti’ penyimpanan cadangan emas di bank.
Sekarang uang kertas itu bisa dicetak
sebanyak-banyaknya tanpa disertai cadangan emas. Tidak ada bedanya antara
Rupiah, Dollar, Yen, Yuan, Ringgit atau Real. Karena hanya selembar kertas,
bukan berupa emas atau perak, maka suatu saat tidak akan ada nilainya
sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Akan datang suatu masa dimana tidak ada lagi
yang bernilai selain emas dan perak”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar