Sabtu, 13 April 2013

DINAR DAN DIRHAM ADALAH TANDA KEKUASAAN ALLAH



Banyak sekali tanda-tanda kekuasaan Allah, satu diantaranya adalah mata uang dinar dan dirham. Disebut tanda kekuasaan Allah karena akal manusia sulit untuk menggapainya. Akhirnya manusia harus menerimanya sebagai tanda kekuasaan Allah dengan landasan iman.
Sebagai mata uang, dinar dan dirham sangat stabil dan tidak mengenal inflasi. Dalam QS. Al Kahfi [18]: 19, disebutkan 7 orang pemuda yang terperangkap di dalam gua selama 300 tahun. Ketika dibangunkan Allah, mereka menyuruh salah seorang diantaranya untuk membeli makanan berbekal sekeping uang dirham. Terlihat bahwa uang 1 dirham cukup untuk membeli makanan 7 orang.
“Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun”.
Karena 1 Dirham bisa dibelanjakan 7 bungkus nasi, berarti sebungkus nasi pada zaman Ashabul Kahfi seharga 1/7 Dirham. Berapakah nilai 1 Dirham dalam mata uang rupiah sekarang? 1 Dirham senilai Rp. 70.000,- dan 1/7 Dirham berarti Rp. 10.000,- Harga sebungkus nasi saat ini juga sekitar Rp. 10.000,- Berarti nilai Dirham tidak pernah berubah sejak zaman Ashabul Kahfi hingga kini.
Ada lagi riwayat yang menyebutkan Rasulullah berbekam pada sahabat dan memberi upah 1 Dirham, alias Rp. 70.000,- dalam mata uang Rupiah. Sama dengan kondisi saat ini. Juga Rasulullah pernah memberi uang 1 Dinar kepada sahabat untuk dibelikan domba. Ternyata diperoleh 2 ekor domba, alias harga seekor domba ½ Dinar. Berapakah 1 Dinar sekarang dalam mata uang Rupiah? Sekitar Rp. 2,3 juta. Berarti harga seekor domba zaman Rasulullah adalah Rp. 1,15 juta dengan mata uang Rupiah saat ini. Subhanallah.
Bandingkan dengan mata uang Rupiah yang senantiasa bergejolak dan nilainya semakin tergerus. Perhatikan harga makanan gorengan (gehu, bala-bala, pisgor) dalam beberapa tahun terakhir. Semula Rp. 200,- sebiji, berubah menjadi Rp. 250,- kemudian Rp. 1.000,- per tiga biji alias sekitar Rp. 350,- Selanjutnya Rp. 500,- sebiji dan sekarang ada yang sudah berharga Rp. 700,- sebiji.
Seiring berubahnya harga makanan gorengan, apakah bentuknya berubah? Ketika harganya berubah dari Rp. 250,- menjadi Rp. 500,- apakah besarnya menjadi 2 kali lipat? Tidak! Jadi, apa yang terjadi? Yang terjadi adalah nilai uang Rupiah tergerus menjadi separuhnya.
Tahun 1990 saat pertama kali di Bandung, tarif angkutan kota dari Ciburial sampai Pasar Simpang adalah Rp. 250,- Sekarang untuk jarak yang sama tarifnya Rp. 3.000,- atau 12 kalinya. Artinya, uang Rupiah tergerus nilainya menjadi hanya 1/12 kali dalam kurun waktu 23 tahun.
Sangat menyedihkan saat melihat gaji pegawai atau karyawan yang tidak pernah bertambah, sedangkan nilai mata uang Rupiah senantiasa tergerus. Ketika diumumkan oleh Pemerintah ada rencana kenaikan gaji, harga-harga barang di pasaran langsung membumbung. Akhirnya ketika rencana itu direalisasikan, kenaikan gaji tidak ada artinya lagi. Bahkan daya beli menurun yang berarti terjadi proses pemiskinan. Ada kenaikan gaji tetapi terjadi penurunan daya beli.
Mengapa Dinar dan Dirham tidak mengalami penyusutan nilai, bahkan dalam kurun waktu berabad-abad? Siapakah yang membuat mata uang Dinar dan Dirham sangat stabil dalam kurun waktu sangat lama tersebut? Tak lain dan tak bukan adalah Allah Swt. Inilah salah satu tanda kekuasaan-Nya.
Dinar dan Dirham adalah Fitrah Manusia
Penggunaan mata uang Dinar dan Dirham sudah dimulai sejak sebelum diutusnya Rasulullah Muhammad Saw. Kisah Ashabul Kahfi yang dimuat dalam Al Quran dimana di dalamnya disebutkan penggunaan mata uang perak, jelas terjadi sebelum zaman Rasulullah. Sejarah menyebutkan Dinar berasal dari Kerajaan Romawi dan Dirham berasal dari Kerajaan Persia. Jelaslah bahwa penggunaan Dinar dan Dirham sebagai mata uang adalah fitrah manusia, bukan saja tuntunan Islam, namun juga oleh seluruh ummat manusia.
Mengapa sekarang yang marak adalah mata uang kertas, baik Rupiah, Dollar, Real, Ringgit, Yen, Yuan dsb? Bukan rahasia lagi seluruh mata uang kertas tersebut nilainya tidak stabil dan bisa meruntuhkan ekonomi sebuah negara? Harus diketahui bahwa krisis ekonomi yang selama ini terjadi, seperti Krismon 1998 di Indonesia yang sampai menumbahkan kekuasaan Presiden Soeharto, adalah krisis runtuhnya nilai mata uang Rupiah.
Ceritanya cukup panjang namun dapat diringkas sbb: Pada awalnya tidak ada yang disebut uang kertas karena seluruh transaksi menggunakan uang emas. Tahun 1862 Presiden Lincoln karena memerlukan dana besar meminjam uang dari bank negara. Sayangnya dia tidak bisa mengembalikan pinjaman sehingga mengeluarkan secarik “kertas hutang” yang kelak bisa ditukar dengan uang emas.
Kertas hutang ini bisa digunakan untuk transaksi. Saat pemiliknya memerlukan uang emas, kertas hutang atau uang kertas ini bisa dibawa ke bank negara untuk ditukar. Setiap lembar uang kertas yang dikeluarkan negara dijamin cadangan emas dengan nilai yang sama. Jadi adanya uang kertas adalah merupakan bukti kepemilikan uang emas.
Uang kertas ini secara bertahap diperkenalkan ke masyarakat dan dicetak terus-menerus untuk membiayai pengeluaran negara.  Awalnya, saat itu ada cadangan emas di bank yang menjadi penjamin uang kertas itu. Namun kelak, lama kelamaan, emas cadangan pun habis, sehingga pada akhirnya, uang kertas hanya uang kertas, bukan lagi ‘bukti’ penyimpanan cadangan emas di bank.
Sekarang uang kertas itu bisa dicetak sebanyak-banyaknya tanpa disertai cadangan emas. Tidak ada bedanya antara Rupiah, Dollar, Yen, Yuan, Ringgit atau Real. Karena hanya selembar kertas, bukan berupa emas atau perak, maka suatu saat tidak akan ada nilainya sebagaimana sabda Rasulullah Saw. “Akan datang suatu masa dimana tidak ada lagi yang bernilai selain emas dan perak”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar