Salah satu “trade mark” Babussalam adalah larangan merokok. Ini
bukan hal mudah, terlebih pada era tahun 80-an. Tak heran jika ada seorang kyai
terkenal di Bandung menjadi menjaga jarak dengan Babussalam karena beliau salah
seorang “ahli hisap”, bahkan anggota “Majelis Syuro”, syuka rokok!
Mengapa Babussalam mengkampanyekan anti-rokok? Tak lain karena termasuk
pesan salah satu ayat yang menjadi semboyan pendirian Babussalam, yaitu QS. An
Nisa’ [4]: 9, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Babussalam tidak hendak menciptakan generasi yang lemah, Babussalam
hendak menciptakan generasi yang kuat, kuat dalam berbagai bidang: fisik (sehat
jasmani), iman (kuat agamanya), trampil (mampu bekerja), ekonomi (kaya), ilmu
(pandai).
Rokok diyakini membuat fisik seseorang lemah, sakit-sakitan, bahkan
membawa kematian. Lebih dari itu, terdapat penelitian yang menyebutkan 99%
pecandu narkoba bermula dari kebiasaan merokok. Rokok menjadi pintu masuknya
narkoba. Inilah yang menjadi dasar pelarangan rokok di Babussalam: tidak ingin
melahirkan generasi yang lemah.
Dari sisi ekonomi Babussalam juga melihat dua kutub yang berseberangan.
Di satu sisi produsen rokok berlatar belakang non-muslim, di sisi lain konsumen
rokok adalah golongan muslim, bahkan santri-santri pondok pesantren. Terlihat
jelas siapa yang diuntungkan dan dibuat kaya? Dari sisi anggaran negara pun
terlihat jelas adanya ketimpangan. Pemerintah mendapat pajak cukai rokok 100 T,
namun harus mengeluarkan anggaran 200 T untuk menanggulangi penyakit yang
berkaitan dengan akibat merokok.
Karena menganut mazhab anti-rokok juga maka Babussalam tidak
menerima bantuan atau sponsor acara dari pabrik-pabrik rokok yang biasanya
cukup besar. Di Babussalam juga tidak ada spanduk atau billboard iklan rokok.
Babussalam memilih mengandalkan dukungan bantuan dari jamaah ummat Islam yang
jumlahnya mungkin kecil saja.
Langkah-langkah yang ditempuh Babussalam dalam pelarangan rokok ini
sebenarnya cukup moderat mengingat Babussalam adalah lembaga dakwah, pendidikan
dan pelayanan ummat.
1. Santri jelas dilarang
merokok. Kepada santri yang melanggar akan dikenakan 3 tahapan tindakan: 1.
Peringatan, 2. Digundul rambutnya, 3. Dikembalikan kepada orang tuanya.
2. Guru dan karyawan juga
dilarang merokok. Saat melamar kerja di Babussalam jelas-jelas ditekankan:
tidak menerima calon guru dan karyawan yang merokok.
3. Tukang bangunan.
Babussalam yang tidak pernah sepi dari pembangunan fisik, karena selalu ada
tukang bangunan disini, dan diantaranya ada yang memiliki kebiasaan merokok.
Hingga saat ini belum bisa sepenuhnya diberlakukan larangan merokok, hanya
himbauan supaya tidak menyolok saat merokok. Keberadaan tukang bangunan
biasanya temporer, selesai pekerjaan proyek, mereka pun meninggalkan
Babussalam.
4. Tamu. Kepada para tamu
kami larang merokok di lingkungan Babussalam. Jika hendak merokok, silahkan
ambil tempat diluar Babussalam. Pernah terjadi rombongan tamu 1 bus dari
Kalimantan Selatan yang nampak tidak tenang saat mengikuti acara di Babussalam.
Ternyata mayoritas mereka adalah perokok dan “tersiksa” karena tidak bisa
merokok selama acara. Jadilah acara tidak bisa berlangsung lebih lama karena
mereka segera ingin merokok.
Masyarakat sekitar Babussalam sudah faham tentang hal ini dan tidak
pernah ada masalah berkaitan dengan rokok. Babussalam membatasi hanya di
lingkungan pondok pesantren lah diberlakukan larangan merokok, sesuai dengan
kewenangannya. Diluar lingkungan pondok tidak ada kewenangan Babussalam untuk
melarang, termasuk anak-anak warga masyarakat yang menikmati pendidikan di
Babussalam.
Selama berada di lingkungan pondok, sebagai santri anak-anak itu
dilarang merokok. Ajaran ini kami sampaikan setiap saat dengan harapan saat
diluar pondok pun mereka tidak merokok. Termasuk nanti saat mereka sudah lulus
dari pendidikan di Babussalam.
Namun harus diakui hal ini belum terlaksana dengan baik. Selama
anak-anak itu belajar di Babussalam, mereka memang tidak merokok. Namun setelah
lulus ada diantaranya yang kemudian aktif merokok. Penyebabnya bermacam: sudah
bekerja dan memiliki penghasilan, keluarganya perokok, dll. Inilah yang masih
memerlukan penyempurnaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar