Kamis, 25 Agustus 2016

LARANGAN MEROKOK DI BABUSSALAM

Salah satu “trade mark” Babussalam adalah larangan merokok. Ini bukan hal mudah, terlebih pada era tahun 80-an. Tak heran jika ada seorang kyai terkenal di Bandung menjadi menjaga jarak dengan Babussalam karena beliau salah seorang “ahli hisap”, bahkan anggota “Majelis Syuro”, syuka rokok!
Mengapa Babussalam mengkampanyekan anti-rokok? Tak lain karena termasuk pesan salah satu ayat yang menjadi semboyan pendirian Babussalam, yaitu QS. An Nisa’ [4]: 9, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Babussalam tidak hendak menciptakan generasi yang lemah, Babussalam hendak menciptakan generasi yang kuat, kuat dalam berbagai bidang: fisik (sehat jasmani), iman (kuat agamanya), trampil (mampu bekerja), ekonomi (kaya), ilmu (pandai).
Rokok diyakini membuat fisik seseorang lemah, sakit-sakitan, bahkan membawa kematian. Lebih dari itu, terdapat penelitian yang menyebutkan 99% pecandu narkoba bermula dari kebiasaan merokok. Rokok menjadi pintu masuknya narkoba. Inilah yang menjadi dasar pelarangan rokok di Babussalam: tidak ingin melahirkan generasi yang lemah.
Dari sisi ekonomi Babussalam juga melihat dua kutub yang berseberangan. Di satu sisi produsen rokok berlatar belakang non-muslim, di sisi lain konsumen rokok adalah golongan muslim, bahkan santri-santri pondok pesantren. Terlihat jelas siapa yang diuntungkan dan dibuat kaya? Dari sisi anggaran negara pun terlihat jelas adanya ketimpangan. Pemerintah mendapat pajak cukai rokok 100 T, namun harus mengeluarkan anggaran 200 T untuk menanggulangi penyakit yang berkaitan dengan akibat merokok.
Karena menganut mazhab anti-rokok juga maka Babussalam tidak menerima bantuan atau sponsor acara dari pabrik-pabrik rokok yang biasanya cukup besar. Di Babussalam juga tidak ada spanduk atau billboard iklan rokok. Babussalam memilih mengandalkan dukungan bantuan dari jamaah ummat Islam yang jumlahnya mungkin kecil saja.
Langkah-langkah yang ditempuh Babussalam dalam pelarangan rokok ini sebenarnya cukup moderat mengingat Babussalam adalah lembaga dakwah, pendidikan dan pelayanan ummat.
1.    Santri jelas dilarang merokok. Kepada santri yang melanggar akan dikenakan 3 tahapan tindakan: 1. Peringatan, 2. Digundul rambutnya, 3. Dikembalikan kepada orang tuanya.
2.    Guru dan karyawan juga dilarang merokok. Saat melamar kerja di Babussalam jelas-jelas ditekankan: tidak menerima calon guru dan karyawan yang merokok.
3.    Tukang bangunan. Babussalam yang tidak pernah sepi dari pembangunan fisik, karena selalu ada tukang bangunan disini, dan diantaranya ada yang memiliki kebiasaan merokok. Hingga saat ini belum bisa sepenuhnya diberlakukan larangan merokok, hanya himbauan supaya tidak menyolok saat merokok. Keberadaan tukang bangunan biasanya temporer, selesai pekerjaan proyek, mereka pun meninggalkan Babussalam.
4.    Tamu. Kepada para tamu kami larang merokok di lingkungan Babussalam. Jika hendak merokok, silahkan ambil tempat diluar Babussalam. Pernah terjadi rombongan tamu 1 bus dari Kalimantan Selatan yang nampak tidak tenang saat mengikuti acara di Babussalam. Ternyata mayoritas mereka adalah perokok dan “tersiksa” karena tidak bisa merokok selama acara. Jadilah acara tidak bisa berlangsung lebih lama karena mereka segera ingin merokok.

Masyarakat sekitar Babussalam sudah faham tentang hal ini dan tidak pernah ada masalah berkaitan dengan rokok. Babussalam membatasi hanya di lingkungan pondok pesantren lah diberlakukan larangan merokok, sesuai dengan kewenangannya. Diluar lingkungan pondok tidak ada kewenangan Babussalam untuk melarang, termasuk anak-anak warga masyarakat yang menikmati pendidikan di Babussalam.
Selama berada di lingkungan pondok, sebagai santri anak-anak itu dilarang merokok. Ajaran ini kami sampaikan setiap saat dengan harapan saat diluar pondok pun mereka tidak merokok. Termasuk nanti saat mereka sudah lulus dari pendidikan di Babussalam.
Namun harus diakui hal ini belum terlaksana dengan baik. Selama anak-anak itu belajar di Babussalam, mereka memang tidak merokok. Namun setelah lulus ada diantaranya yang kemudian aktif merokok. Penyebabnya bermacam: sudah bekerja dan memiliki penghasilan, keluarganya perokok, dll. Inilah yang masih memerlukan penyempurnaan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar