Minggu, 09 Oktober 2016

CARA ALLAH MEMBAGI RIZQI



Pagi itu saya dari Jogja hendak ke Kutoarjo dengan kereta Pramek pukul 06.30 Wib. Rencana dari Kutoarjo terus ke Bandung dengan kereta Kutojaya pukul 09.20.
Dari rumah pukul 05.00 diantar dengan motor oleh anak saya Zaki. Sengaja saya berangkat awal karena belum membeli tiket dan Zaki perlu waktu untuk persiapan sebelum ke sekolah.
Saya berangkat dengan tenang karena persiapan sejak bangun malam. Rasanya semuanya oke-oke saja. Ibu saya tinggalin sedikit uang, Zaki juga, bahkan khusus untuk isi bensin motor pagi itu.
Sepuluh menit dari rumah sampailah saya di stasiun Lempuyangan. Saya masih sempatkan memberikan pesan kepada Zaki sekitar 5 menit karena jadwal kereta masih lama. Setelah itu Zaki pulang meninggalkan saya.

Jumat, 02 September 2016

MENJADI SAKSI PERJUANGAN ANANDA OCI

Kami, yaitu saya dan umi, memberinya nama Raisa Rashifa Mahirah. Raisa kami ambil dari kata Roisun, pemimpin. Sedangkan Rashifa bermakna kuat, dan Mahirah bermakna mahir atau pandai. Sebuah perpaduan nama yang sangat bagus: pemimpin, kuat dan pandai. Nama pendeknya adalah Oci, dari kebiasaan teman-temannya memanggil Rosi.
Saya harus mengakui perkembangan fisik Oci terganggu dengan berbagai penyakit. Saat itu kami belum menjadi herbalis. Oci dengan kakak-kakaknya yaitu Muti dan Syifa boleh dikata saat itu rajin bolak-balik ke puskesmas. Tak heran fisik Oci cukup kecil dan sering sekali flu batuk. Namun rupanya Allah selalu menganugerahkan kekuatan menghadapi kondisi ini, sesuai dengan namanya.

Kamis, 25 Agustus 2016

LARANGAN MEROKOK DI BABUSSALAM

Salah satu “trade mark” Babussalam adalah larangan merokok. Ini bukan hal mudah, terlebih pada era tahun 80-an. Tak heran jika ada seorang kyai terkenal di Bandung menjadi menjaga jarak dengan Babussalam karena beliau salah seorang “ahli hisap”, bahkan anggota “Majelis Syuro”, syuka rokok!
Mengapa Babussalam mengkampanyekan anti-rokok? Tak lain karena termasuk pesan salah satu ayat yang menjadi semboyan pendirian Babussalam, yaitu QS. An Nisa’ [4]: 9, “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Selasa, 02 Agustus 2016

JANGAN MEMUBAZIRKAN MAKANAN

Malam tadi saya menunggu anak yang turun dari angkot di terminal Dago. Saya tunggu sampai 15 menit belum juga datang, sedangkan battery HP sudah hampir habis. Maklum, nunggunya sambil WA-an. Akhirnya saya putuskan masuk warung sate ayam. Pesan sate bukan karena lapar namun supaya bisa numpang mengisi battery HP.
Tengah makan sate datanglah anak saya. Saya ajak dia makan karena sate yang 10 tusuk itu baru saya makan 3 tusuk saja. “Nih ikut makan, ditambul juga gakpapa”, kata saya. 'Ditambul' itu dimakan tanpa nasi, bahasa Jawa-nya 'digado'.
“Enggak ah! Abi kan nggak pernah bener makannya”, kata anak saya.

Senin, 01 Februari 2016

ADA HAK TUBUH UNTUK ‘SAKIT’



Alhamdu lillah, sejak mengamalkan pola hidup sehat sekitar 15 tahun lalu saya sekeluarga tidak pernah lagi mengunjungi dokter, puskesmas dan rumah sakit. Sebelum itu saya rutin bergantian membawa 5 anak saya, sepekan sekali atau dua pekan sekali, ke puskesmas atau klinik jaga. Bahkan kartu periksa mereka sampai saya koleksi untuk memudahkan saat sewaktu-waktu diperlukan.
Sakit yang saya maksud disini sebenarnya hanyalah flu batuk pilek demam dan diare. Namun dalam sebuah keluarga dengan 7 anggota keluarga, suami istri dan 5 anak, setiap saat ada saja yang terserang sakit. Meskipun sekedar flu batuk pilek demam dan diare namun cukup merepotkan karena ada saja anggota keluarga yang sakit dan tentu mengganggu aktivitas keluarga. Istirahat malam terganggu, pekerjaan terganggu karena harus mengantar berobat dan keuangan juga tersedot.

Rabu, 13 Januari 2016

SUKSES KARENA RIDLA ORANG TUA



Ada seorang kawan yang saat kuliah dulu sambil nyantri di sebuah pondok pesantren. Karena di pesantren tersebut masih kekurangan guru, jadilah ia juga membantu mengajar matematika di madrasahnya. Alhamdu lillah ia kemudian lulus kuliah, menjadi seorang sarjana bahkan diterima menjadi dosen di sebuah STIMIK swasta. Bukan suatu yang aneh karena peristiwa ini terjadi tahun 1992-1993 disaat seorang lulusan sarjana S1 dengan mudah bisa menjadi dosen.
Sejak menjadi dosen ia mengurangi jadwalnya di pesantren. Perjumpaan saya dengannya pun sedikit berkurang. Terlebih saat ia menyatakan meninggalkan pesantren karena diminta memegang jabatan struktural di perguruan tingginya. Sejak saat itu boleh dikatakan saya kehilangan kontak karena belum ada handphone, kendaraan masih sulit dll.